Kupersembahkan Blog Ini Untuk Orang Yang Pernah Mendiami Relung Terdalam di Hatiku, "BINTANG"

Pages

Kamis, 29 Desember 2011

Sebuah Klise, Ampeldento

Siang itu, dari sekolah saya, MAN 1 Malang, motor saya kendarai lebih cepat dari biasanya. Sekitar 70 Km/jam. Padahal biasanya saya rata-rata hanya melaju pada kecepatan 40 Km/Jam. Karena saya berprinsip tidak ingin mendzolimi orang lain dengan ngebut-ngebutan, toh saya masih lebih cepat dari becak bahkan angkutan umum sekalipun. Ini juga sebagai alasan mengapa saya tidak pernah jatuh dari motor.

Pernah sekali saya jatuh dari motor, waktu itu saya kembali ke asrama saya setelah mengantar kekasih saya mengajar les privat di daerah Gadang. Karena waktunya sudah jam 17.00, padahal waktu maghrib jatuh sekitar jam 17.24. Jadi saya buru-buru, karena masjid nanti tidak ada yang adzan. Kebetulan saya juga tidak memakai kacamata. Dan naas saya kecelakaan di depan lesehan 74 Kalpataru Malang ketika mencoba menyalip motor di depan saya. Ketika itu motor akan berbelok ke seberang menuju lesehan, tetapi saya tidak melihat kalau rightingnya dinyalakan. Dan akhirnya nabrak, untungnya saya sering latihan pernafasan dan beladiri, jadi tidak ada luka lecet sedikit pun. Hanya saja motor saya akhirnya menjadi korban, banyak masalah pada mesin dan rangka.

Kembali pada cerita, siang itu di kelas saya benar-benar resah. Kekasih saya merengek sedih karena kartu SPPnya tertinggal dan sangat diperlukan pada siang itu juga tidak boleh terlambat. Seperti biasanya, jangankan merengek, dia membentak saya pun, saya akan diam dan menurutinya. Karena saya yakin semua perkataan dan perbuatan kekasih saya tidak akan pernah terlepas dari jalan cintanya pada saya. Sehingga saya tidak perlu lagi marah dan tersinggung. Toh dia mencintai saya, jadi apa pun konsekwensinya ya itu bagian dari cinta.

Saya berangkat dengan tergesa-gesa. Sapaan teman, tugas dan apa pun tidak saya pedulikan. Yang ada di dalam pikiran saya hanya satu, kartu SPP kekasih saya. Saya sudah lupa hari itu hari apa. "Iya sayang, aku akan ambilkan itu untukmu..", Sms saya padanya. "Makasi ya mas, maaf merepotkan.." Dia menjawab dengan cepat. Kata-kata ini selalu membuat basah pelipis saya ketika terbaring dan tiba-tiba harus mengingatnya. Saya mampu merasakan betapa lembut  hati kekasih saya. Dia memang segalanya untuk saya, jangankan hanya untuk mengambil sebuah kartu SPP,  jantung saya pun akan saya berikan jika dia memintanya. Saya tidak hiperbolis, tetapi inilah kekuatan cinta yang menutup semua logika dan perasaan cinta saya pada mahkluk mana pun di dunia ini.

Siang itu Ampeldento begitu panas, debu-debu dan asap truk bertaburan menerpa kaca helm saya. Sesekali saya usap. Rumahnya sudah semakin dekat, saya semakin melesat cepat menuju arah utara. Akhirnya keringat menyembul di kening saya ketika saya buka kaca helm. Mama (begitulah saya menyebut ibu kekasih saya), beliau sudah berada di depan rumah. Wajahnya menunjukkan kejengkelan. Pagar biru kusam dibuka seraya memberikan kartu kecil, jika tidak salah ingat berwarna kuning. Ada nama pujaan hati saya di bagian atasnya. "Ya begini ini lo dia itu, teledor, jadi merepotkan Mas Adi!!!, Makasi ya Mas Adi.."

Sebenarnya saya tidak rela kekasih saya dibilang teledor, walaupun itu keluar dari lisan Mamanya sendiri. Begitulah saya mencintai Bintang. Benar-benar sudah menjadi bagian dari nafas saya, siapa pun tidak boleh menyakiti atau mengatakan yang tidak-tidak padanya. Seekor semut yang hinggap di kerah bajunya pun mampu membakar api cemburu saya. Saya selalu iri pada bajunya, bantalnya, bahkan kepada alas kakinya sekali pun. Karena semua benda itu bisa selalu berada di dekat kekasih saya. Bukan hanya dekat, tapi menyentuhnya setiap saat. Sedangkan saya harus menunggu waktu-waktu tertentu.

Akhirnya saya kembali menuju ke SMAN 7 untuk membawakan kartu ini pada belahan jiwa saya. Saya berkendara secepat dan setangkas yang saya mampu. Ampeldento semakin panas. Fata morgana bermunculan di jalan-jalan terlihat dari kejauhan, bayangan di depannya bagaikan klise hitam putih. Klise inilah yang selalu saya simpan dalam album cinta saya dengannya. Saya bungkus rapi dan saya tata di antara ruang-ruang hati saya. Suatu saat akan saya buka jika saya merindukannya.

Keringat di leher bercucuran, perempatan Cengger Ayam telah di depan mata. Saya mengambil celah untuk berbelok menuju arah SMA 7. Sampai  di sana sebenarnya saya berharap bertemu dengan kekasih, saya ingin mendengar kata yang terucap dari bibir indahnya. Setidaknya untuk menghela nafas lelah saya. Tetapi kali ini harapan saya belum bisa terpenuhi. Dia sms agar saya menitipkan kartunya pada satpam ketika saya sudah di depan gerbang. Saya hela nafas panjang seraya berkata dalam hati "Ya Allah, aku merindukannya.." Saya pun pulang ke asrama setelah menitipkan kartu itu pada seorang satpam. Kemudian saya beristirahat menutup mata sambil berdoa agar kekasih saya menghiasi mimpi saya kali ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More