Kupersembahkan Blog Ini Untuk Orang Yang Pernah Mendiami Relung Terdalam di Hatiku, "BINTANG"

Pages

Minggu, 29 Januari 2012

Sebungkus Coklat di Sudut Lapangan Danau Bratan Timur

Detik saat kutulis ceritaku untuk yang kesekian kalinya ini, gerak jemari tanganku seolah saling berirama diringi tetesan-tetesan air mata yang kian lama kian derasnya. Semakin kutahan untuk tak terisak, semakin pula hujan turun dengan kuatnya. Aku tidak pernah tahu di mana ada selembar tissue yang sanggup menyerap habis seluruh bulir-bulir air mata ini. Dan aku tidak pernah tahu kenapa ini semua harus selalu terjadi. Aku adalah lelaki. Iya, aku adalah lelaki. Tetapi kenapa hatiku begitu rapuh?

"Tidak, kamu tidak rapuh nak !!!, itulah cinta sejati yang telah menghiasi seluruh syaraf dan aliran darahmu, Tuhan membuatmu tidak pernah merasakan kasih sayang ibu, kemudian Dia mengirim bidadari cantik dan kembali menariknya dalam waktu yang cukup untuk meluluhkan keras hatimu" Kata seorang guru hakiki. Aku pun lemas, sekalipun lidahku telah diam, namun hatiku terus saja bergejolak. Semakin dan semakin saja.

Kawanku maaf, saat ini aku benar-benar tak mampu menahan air mataku lagi. Pujaan hatiku baru saja mengirim pesan singkat. "Terimakasih untuk semuanya", itu isi smsnya. Aku tak mampu berkata-kata, senang memang dia masih berusaha menjalin silaturahim ini. Tetapi setiap kata yang datang darinya seolah menjadi penderas hujan air mata. Kadang aku sampai tak sadarkan diri untuk  untuk hal ini. Begitu dalam luka ini untuk dibalut hanya dengan kasa-kasa tipis. Begitu banyak cabikan-cabikan yang melukiskan luka di dalam sanubari lemah ini.

Baiklah, aku ingin memulai bercerita kembali. Biarlah aku tak peduli dengan sesenggukan ini. Suatu hari, waktu itu pukul 14.00 siang. Mungkin hari Kamis, Dia memakai seragam abu-abu putih, begitu cantiknya, mungkin jika ada mesin waktu yang bisa mengembalikanku ke masa itu, aku tidak akan pernah bersedia kembali ke masa saat ini sekalipun secara finansial dan materi sangat berlebih. Kemeja putihnya sedikit kusam, namun wajahnya begitu memancarkan cahaya. Warna dasinya sudah sedikit memudar, tapi tatapan indah kedua bola matanya masih bersinar tajam. Keringatnya menyembul di sudut-sudut wajahnya dan terlihat membasahi lipatan-lipatan kemejanya, namun mata air cinta telah membasahi hatinya hingga selalu menyegarkan tenggorokanku yang sangat haus kasih sayang.

Kecantikannya telah menghipnotis seluruh kesadaranku, hingga hanya wajahnya yang ada di hamparan luas rumput-rumput yang tumbuh bagai permadani hijau. Siang itu, seperti hari-hari sebelumnya, dia berlatih mengendarai motor bersamaku. Berputar-putar lapangan, aku di belakangnya mengontrol. Berputar dan terus berputar, seperti suara-suara cinta yang bergulung-gulung membuat tubuh berguncang hebat. Waktu sudah sedikit sore, semayup adzan pak tua terdengar dari ujung barat daya. Mungkin dari Masjid Manarul Islam, atau lainnya yang aku lupa namanya.


Matahari berubah panasnya menjadi kehangatan, sinarnya berubah menjadi kelembutan, angin bertiup menggugurkan daun-daun kering. Bak musim semi yang semakin mewarnai berseminya cinta di antara kami berdua. Kami menepi mendekati sebuah pohon di pojok barat. Istirahat sejenak untuk saling memandang. Kami saling meyakinkan bahwa di mata kami hanya ada cinta yang mengalir di antara aku dan dia. Kemudian, sesuai janjiku tadi, "Kalau sayang bisa muter-muter lancar, nanti kubelikan coklat !!!"


Hari ini masih belum lancar. Tetapi aku ingin bunga-bunga kebahagiaan bermekaran dalam dinding-dinding hati terdalamnya. Kemudian semerbak mewangi dan membuatku melayang bersama cintanya. Kami ke sebuah toko di seberang barat lapangan. Aku sudah lupa nama tokonya, yang jelas di toko itu terdapat papan bertuliskan "Pasifik Laundry". Kubelikan sebungkus coklat dan segelas air mineral. Dia senang sekali sambil berkata "Horeeeee...". Aku menangis bahagia kala mendengar kalimat manja itu. Aku tak pernah merasakan keindahan ini sebelumnya.

Kemudian aku menungguinya makan coklat dan minum. Sekali waktu, aku merasa dia adalah pengganti ibuku. Tapi kali ini aku bagaikan memiliki adik perempuan. Bahagia sekali melihat dia senyum sambil mengernyitkan kelopak matanya. Rona kesejukan tampak terlukis di pipinya. Jl. Danau Bratan Timur, begitulah sebuah papan berdiri dengan tulisan ini. Di sebuah lapangan yang selamanya akan kukenang. Dan lapangan ini akan menjadi saksi bagaimana aku sangat mencintainya.

Mungkin bahasa dan penulisan serta pilihan kataku kali ini sedikit kacau, aku tak sanggup mencari kata yang lebih indah. Karena seluruh keindahan telah hanyut bersama air mata yang mengalir. Entah di mana muaranya aku tak tahu. Yang aku tahu hanya dirinya. Iya, dirinya yang begitu kucintai.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More