Kupersembahkan Blog Ini Untuk Orang Yang Pernah Mendiami Relung Terdalam di Hatiku, "BINTANG"

Pages

Kamis, 19 Januari 2012

Hujan Semakin Lebat

Siang itu langit begitu mendung. Sesekali sinar lembut mentari menerobos sela awan yang renggang. Membuat bayangan di sebelah timurku. Bayangan yang tak begitu hitam dan jelas. Berbeda dengan bayangan kekasihku yang selalu setia menemani langkah dan detak jantungku. Bayangan yang begitu hitam pekat, hingga aku kesulitan untuk mencari formula penghapusnya. Dia bukanlah noktah, sekali lagi hanya sebuah bayangan. Tak ubahnya bayangan lain, ia tidak pernah mambuatku tersandung. Dia hanya menjadi warna saat siang datang, kemudian terhapus oleh mendung hatiku, lalu terhapus hujan untuk sementara. Malamnya ia muncul di antara dingin hawa kegelapan. Namun kegelapan yang seringkali dihangatkan sang bulan, atau setidaknya sebuah lilin kecil. Maka dialah bayangan. Bagaimana mungkin Bintang yang dulu berkedipan untuk melukiskan senyumku, kini menjadi bayang-bayang yang aku sendiri sulit mengejar atau bahkan untuk sekedar berlari menjauh.

Hari itu, aku pulang sekolah lebih awal. Masih dengan seragam pramuka. Tidak seperti teman-teman sekelasku lainnya, yang biasa masih seru di kelas dengan berbagai kegiatan favoritnya, aku selalu menyegerakan diri pulang. Istirahat sejenak, siang itu cukup melelahkan dan membuat pening sisi-sisi kepalaku. Merebah badan sejenak kiranya cukup melepaskan lelah, setidaknya merilekskan pikiran yang begitu penat dengan segala aktivitas kelas akselerasi.  Volume dering HP kumaksimalkan. "Nanti kalau sudah waktunya pulang, sms ya cantik. Kalau aku belum bales, misscall aja, aku istirahat sebentar" Begitulah isim sms saya. Dia belum balas, akhirnya saya memejamkan mata.

Aku terbangun oleh nada sms yang berdering dari HP Nokia 1208 milikku. HP ini dulu dibelikan ayah. Aku memintanya khusus agar bisa berkomunikasi dengan kekasihku. Sebenarnya aku tak tega harus meminta ke ayah, tetapi cinta membuatakan hatiku. Ayah membelikannya untukku dengan syarat jangan pernah dijual. Suatu saat ternyata HP ini harus kujual untuk melupakan kekasihku di saat realitas harus memisahkan kami. Sepertinya aku menyakiti hati ayahku hanya karena kekasih. Aku tak punya daya apa pun selain melakukannya. Kembali pada cerita, "Mas, aku sudah pulang. Tak tunggu ya.." Isi sms yang kubaca.

"Iya,cantik.." Balasku. Cuci muka dan segera berangkat. Kutunggu dia di seberang gerbang. Hujan mulai rintik-rintik, dia belum juga keluar. Bahu dan punggungku sepertinya sudah sedikit basah. Dari kerumunan siswa SMA7 tampak ada cahaya menyembul keluar. Berseragam pramuka berlapskan jaket berwarna jingga. Begitu mempesona. Barisan rata giginya saat tertawa bercanda dengan temannya begitu indah. Padahal mataku minus, tapi karena cinta, gigi saja sampai terlihat. Kali ini cinta tidak membutakan mataku, tetapi justru membuat tajam penglihatanku.

"Maaf mas lama, tadi masih ditahan anak-anak.." Ucap lembutnya. Kemudian dia segera naik di belakang. Tangan kanannya memegang bajuku, sedang tangan kirinya memegang tasnya. Di tengah perjalanan kami selingi dengan perbincangan ringan. sesekali dia mencubit perutku ketika aku berbicara yang menjengkelkannya. Suasana itu mewarnai pelangi-pelangi cinta kami yang kadang pudar oleh jarak dan waktu. Kemudian menjadi bersinar kembali dan ni'mat untuk dipandang.

"Aku kangen mas.." Ucapnya lirih di sebelah kananku. Ucapan yang tidak mungkin pernah terlupa. Bahkan aku masih sangat ingat warna suaranya ketika usianya masih sekitar 15 tahun. Nyaring didengar, getarannya begitu lembut menentramkan. Dia benar-benar mengucapkannya dengan cinta. "Hala ketemu hampir tiap hari kok kangen toh sayang.." Jawabku dengan sok tidak percaya dan nada bercanda. Percakapan gombal kami terhenti untuk jarak yang cukup jauh, sekitar 300 meter. Saat itu kami melewati jalan yang sedikit rusak di daerah sawojajar. Ucapan mesranya berganti "Ati-ati mas..", dan aku selalu mengucapkan "Awas sayang angkat kakinya.." Itu selalu kuucapkan saat ada genangan air. Berharap kekasihku mengangkat kakinya dan air kotor tidak sampai menyentuhnya. Karena hanya air mataku yang pantas untuknya.

Sampai di jalan wisnuwardhana, hujan semakin lebat. Bahkan sungai di kanan jalan sepertinya meluap. Kami berteduh di depan sebuah rumah kecil. Sepertinya ini bekas bengkel sepeda motor, terlihat dari lantainya yang kusam terkena oli. Motor kuparkir menghadap utara. Tidak sempat merubah posisi karena hujannya deras. Aku membetulkan jaketnya yang masih belum tertutup rapi resletingnya, "Dia tidak boleh kedinginan.." Dalam hatiku. Di sisi lain aku iri terhadap jaket jingganya, andai saja aku yang jadi jaketnya, mungkin aku bisa jauh lebih membuatnya hangat. Ah sudahlah, bukankah cintaku telah cukup untuk membuatnya hangat.

"Mas, hujannya sudah lumayan reda. Kita pulang saja ya, ditunggu mama. Nanti pulangnya mas biar dipinjami baju adekku.." Aku tidak pernah bisa menolak keinginannya. Kalau pun bisa, setelah menatap kedua boa matanya, pasti aku tertunduk dan akhirnya menurut. Di sinilah peran cinta sebagai penakhluk kerasnya hati. Benar, sampai di rumah aku semakin basah kuyup. Akhirnya mandi dan dipinjami pakaian milik adeknya. Beristirahat di ruang tamunya sejenak. Setelah reda, aku pun pulang. Sekalipun harus basah-basahan tidak masalah asalkan bisa mengantarkannya. Kebahagiaannya adalah ketentraman hatiku.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More