Kupersembahkan Blog Ini Untuk Orang Yang Pernah Mendiami Relung Terdalam di Hatiku, "BINTANG"

Pages

Senin, 12 Maret 2012

Hangatnya Sore di Terusan Kesatrian

Hari yang cukup cerah dengan angin yang bertiup menerbangkan debu-debu yang menutupi bayangan kami. Semakin beterbangan ke segala arah, demikianlah debu tiada arah. Sedangkan kami memiliki arah, dialah kebahagiaan yang menjadi tujuan kami. Sebuah cinta tiada lengkap tanpa kebersamaan sejati. Begitulah asa dalam bumbungan gelora cinta kami.

Dialah kekasihku yang indah seri-seri di pipinya, yang sore itu mampu membuatku terus tertawa bahagia di antara segenap derita. Maafkan aku Bintang, kembali kusebut namamu. Bukan sekedar menyebut, karena cintalah yang sebenarnya memberikan kekuatan kepada pita suaraku untuk terus menggetarkan udara dengan aksen huruf-huruf indah yang membentuk namamu. 

Baru saja dari sebuah warung di daerah Hamid Rusdi, cukup menarik dengan segenap ornamen tradisional. Seperti biasa, setiap bertemu selalu menyempatkan untuk singgah pada suatu tempat untuk sekedar menyirami haus dahaga yang mencipta kekeringan pada hamparan rindu. Kembalilah Bintang yang selalu menemaniku saat itu. Sebuah simbol cinta tiada tara.

Dialah pujaan hatiku, yang selalu kusuarakan dalam setiap irama detak jantung dan helaan nafasku. Bahkan dialah nafasku hingga ia harus benar-benar lenyap dari dimensi ruang-ruang cinta dalam hatiku. Seorang gadis belia yang telah membius seluruh kesadaranku untuk kemudian menjadi lupa segalanya dan menghipnotis akal pikiranku untuk terus menyebut namanya.

Dengan seragam yang putih, seputih rasa yang menyatukan kedua hati kami dengan segala warnanya, Dia menggenggam erat cinta ini dalam sebuah kesejukan rasa. Oh duhai siapa yang tak bahagia memiliki kekasih seindah dia. Akulah pemuda dengan seluruh keberuntungan, mungkin dewi keberuntungan sedang bersamaki.

Sore itu benar-benar sebuah kehangatan yang cukup untuk seekor lebah yang merindukan sari-sari madu pada bunga melati nan putih berseri. Akulah sang lelaki yang saat itu begitu menikmati belaian hangat sinar mentari. Demikian pulalah kehangatan di dekatku, seorang gadis yang indah kedua bola matanya terus saja membunyikan lonceng-lonceng kebahagiaan.

Aku tak sedang bersedih mengenangnya. Hari ini aku bahagia bisa mengenang dan mencintainya tanpa setetes air mata pun. Tanpa seberkas getaran suara jeritan pun. Aku semakin mencintainya yang entah di mana sekarang dia. Aku merasa bahwa ia tiada lagi di dunia ini.

Terusan Kesatrian, sebuah jalan di dekat Bunul, saksi terdiam atas cinta kami. Sebuah bentangan jalan berderbu dengan perumahan hijau di sekelilingnya. Hijau menyegarkan bagai cinta yang menyejukkan hati kami saat itu. Duhai jalan yang tiada mendua, saksikanlah seluruh cinta ini telah kutorehkan pada sebuah kertas putih hingga ia usang.

Dan aku pun semakin mencintainya..

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More