Kupersembahkan Blog Ini Untuk Orang Yang Pernah Mendiami Relung Terdalam di Hatiku, "BINTANG"

Pages

Rabu, 14 Maret 2012

Air Mata Siapa Tak Akan Terjatuh?

Pagi ini, angin begitu liarnya menerpa setiap helai daun, begitu pulalah badai rindu mengikis seluruh atmosfir yang melindungi hatiku dari kegundahan. Segenggam debu bertebaran ke seluruh arah terpisah tiada saling bertemu, begitu pula cinta yang selama ini kami genggam terburai tiada bersatu kembali barang setitik pun. Dedaunan kering saling berjatuhan seiring dengan kuatnya suara gesekan antar ranting yang terkena badai ringan ini, seperti itulah air mata bercucuran dengan kuatnya seiring dengan terjalnya jalan yang harus kulewati.

Aku tak sedang bersandiwara, aku tak sedang mengarang dan aku tak sedang membual. Aku tidak sekadar menulis, aku tidak sekadar menekan tombol-tombol yang berjajar di dalam keyboardku dan aku tak sekadar memandangi layar di depanku. Lebih dari itu, aku ingin menyalurkan seluruh buih rindu yang selalu saja membuat ngilu seluruh persendianku ke dalam sebuah barisan huruf indah. Seindah wajahnya kala mengucap cinta padaku dulu.

Tersebutlah Bintang sebagai nama indahnya yang selalu terbesit bayangnya dalam genangan mata air pada sebuah oase di dalam rinduku. Segenap kasih dan rintihan selalu bergema di dalamnya. Begitulah Bintang bak kemilau berlian yang menyilaukan setiap memata yang memandang kemudian menarik hati untuk menggenggam erat sinar cantiknya. Aduhai keluhnya lidahku untuk menyebut nama ini hingga aku hanya mampu menulisnya tanpa sanggup menggetarkan udara di sekitarku untuk membentuk aksara eloknya.

Sungguh cinta begitu tiada pandangnya menyiksa seluruh kulit, daging, tulang, syaraf dan seluruh organ di dalam tubuhku. Jika mereka sanggup berkata niscaya merekalah yang akan saling berteriak memohon untuk dikembalikan kepada masa 3 tahun yang lalu. Saat mereka teraliri nutrisi-nutrisi kasih sayang. Kemudian mereka saling bekerja untuk menciptakan surga di antara aku dan Bintang. Surga itu tiada kutemui kembali, karena mata air di dalamnya telah berhenti mengalir. Seluruh tumbuhan dan onta-onta telah mati. Hanya tinggal gurun yang begitu gersang.

Gersang sekali hingga setiap yang memandangnya akan ikut merasakan kehausan yang sangat. Begitulah air mata telah hampir kering yang biasa membasahi pipi yang dulu terbelai mesra lentik jari manisnya. Kelopak mataku mulai kering, korneanya begitu merah karena lelah, di sisi mataku tampak menghitam, dia jarang tertidur karena rindu selalu melarangnya untuk beristirahat. Suara pun telah semakin tidak jelas aksaranya ketika mengucap karena seluruh aksara telah habis untuk menyebutkan seluruh kisah di antara kai.

Siapalah tidak menetes air matanya jika mengetahui permata yang biasa disimpan kemudian dikanakan dan disentuh mesra oleh orang lain? Air mata siapa sanggup terbendung di antara cinta yang tersakiti? Suara siapa tiada berteriak sakit jika sang kekasih memberikan cintanya pada yang lain? Kekuatan siapa mampu menegakkan tulang punggung yang sakit menahan sakit yang begitu sangat? Tangan siapa mampu terus memegangi hati saat perih melanda?

Aku tiada mengungkapnya dalam lisanku, sekali lagi karena aku sudah kehilangan segala suaraku untuk sekedar mengumandangkan kidung-kidung berandakan sika. Aku hanya mampu membayangkan suara-suara indah yang pernah ada. Aku hanya mampu memandang tanpa jelas apa yang sebenarnya kupandang. Dan aku hanya mampu menulis tanpa berkomentar apa yang akan orang katakan. Di hatiku hanya da namanya yang terus saja mendorongku untuk terus menorehkan tinta di atas kanvas putih.

Selalu menahan sakit, beginilah keseharianku. Betapa cintalah yang membuatku begini, rasa sakitnya begitu pekat hingga aku tak mampu mencarikannya dengan unsur apa pun. Rasa perihnya begitu menyayat sedang aku tak menemukan satu kasa pun untuk membalutnya. Sakit yang begitu hebatnya selalu menerjang tulang dadaku untuk kemudian menusuk rongga di jantungku, membocorkan seluruh darahku, menghentika aliran darah dalam setiap pembuluh hingga membuatku kesulitan untuk bernafas. Dan aku sangat membutuhkan nafasnya untuk sekadar membuka mataku yang kian sayu. Karena aku begitu mencintai ruh cinta kekasihku.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More