Kupersembahkan Blog Ini Untuk Orang Yang Pernah Mendiami Relung Terdalam di Hatiku, "BINTANG"

Pages

Minggu, 19 Februari 2012

Kabut di Kala Terang

Rasanya tidak ada satu tempat pun, tidak ada satu detik pun, tidak ada satu kejadian pun, tidak ada satu centi jalan pun, tidak ada satu lagu pun, yang tidak mengingatkanku pada satu masa. Yang masa itu terhiaskan senyuman-senyuman indah, terhiaskan kebahagiaan dan ketenteraman. Yang waktu itu duniaku begitu berwarna oleh biasan cahaya-cahaya pelangi. Pelangi itu warnanya begitu jelas, merah kuning hijau biru jingga ungu dan warna-warna turunannya. Begitu pulalah jelasnya warna-warni cinta yang berputar-putar mengelilinga samudera kerinduanku untuk kehadiran sebuah puteri yang baik perangainya.

Beginilah hari-hariku terus dibayangi oleh klise kenangan yang begitu memukau. Hari penuh angan-angan kosong dan harapan tak jelas ujungnya. Berharap bidadari itu kembali untuk sekedar mengucap salam dengan harum lembut seluruh cintanya. Setiap mengingatnya, aku memang terdiam saja. Seolah tiada apa-apa. Seolah aku tak pernah mengalami sederet kenangan apa pun. Di balik itu semua, jika kau melihat bahwa aku sedang benar-benar menjerit. menjerit dengan seluruh daya suaraku. Bahkan mungkin sampai tiada tersisa suaraku. Aku sedang loncat ke atas dengan tangan mengepal menahan duka yang sangat. Gerakanku tak jelas arah, saat ini tubuhku bagaikan dililit oleh rantai besar, kemudian aku diikatkan pada sebuah tiang besi. Tahukah kalian? pada tiang besi itu dialirkan arus listrik dengan kekuatan megawatt.

Maka kalian akan mendapatiku berteriak memohon untuk dilepaskan dari belenggu ini. Tetapi teriakan parauku tiadalah berguna. Karena pengikatnya telah pergi entah ke mana. Mungkin sedang berbahagia tertawa di sana. Saat ini seluruh dayaku telah terkuras habis. Bahkan untuk sekedar meneteskan air mata pun aku telah lelah tak kuasa. Untuk sekedar mengucap namanya kadang lidahku keluh. Sekalipun dalam hatiku terus bergejolak nama indahnya, Bintang.  Ini bukan berarti aku lelah untuk terus saja mencintainya. Karena bagiku dia selalu ada dalam istana cintaku. Hanya saja aku tak mampu melihat dan menggenggamnya.

Tadi pagi, kira-kira pukul 09.00 aku mencari sarapan di tempat favorit. Ketupat sayur, letaknya di depan cucian mobil Witjaksono. Di sebelah utara jalan, terlihat usang, namun tidak begitu dengan cintaku yang terus saja bersinar kemilauan seperti pantulan mentari dari ribuan tetes embun. Bagaikan berlian yang terhimpun, cinta begitu menyegarkan mata dan hati. Di depan aku melihat kedai bubur Kayungyun, teringat aku dulu pernah membawakan bubur ini saat kekasih hatiku sedang sakit. Rupanya dia senang sekali dengan bubur ini. Aku sempat menyuapinya untuk terakhir kalinya dengan bubur ini di rumah lamanya.

Duhai Rabbku Sang Pencipta Cinta yang Maha Agung, bilakah aku dibiarkan tenggelam pada kabut di kala terang ini. Bilakah aku dibiarkan untuk menguras air mata yang sudah tak mampu menetes. Bilakah aku harus berteriak sementara seluruh suaraku telah habis. Bilakah aku tetap gontai dan terjatuh sementara aku kesulitan berdiri. Duhai Penciptaku dan Pencipta ruh kekasihku, jika ini memang harus selalu kualami dalam setiap nafas yang terhirup dan terhembus, dalam setiap darah yang mengalir, dalam setiap degub irama jantung serta langkah layuku, maka berilah aku kekuatan. Kemudian abadikan kisah ini menjadi sebuah hikayat yang teramat agung. Biarkan kekasihku berada dalam bahagia, jagalah dia, jangan biarkan air matanya menetes, jangan biarkan mimik wajahnya cemberut, sekalipun dia terlihat cantik saat cemberut. Karena dia begitu berharga, Tuhanku.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More