Aku tidak tahu penyakit apa yang
sesungguhnya telah menyiksaku tadi malam. Seolah ada ribuan batu tajam yang
memenuhi dinding kepalaku. Seolah ada badai bergemuruh di antara ruang-ruang
dalam jantungku yang kian berdetak tiada menentu. Aku benar-benar di dalam
sebuah kekalutan yang aku sendiri tidak tahu penyebabnya.
Pagi ini, tiba-tiba aku teringat
dengan sebuah peristiwa penting sekitar lima tahun yang lalu. Ketika itu adalah
waktu pulang dari sekolah semasa SMP. Langit sedang panas, namun hatiku sedang
sejuk tak ternilai. Langkahku sebenarnya sedang lelah, namun hatiku memberikan
kekuatan yang begitu besar. Iya, saat itu aku berjalan bersama kekasihku.
Masih teringat jelas, dia memakai
jaket berwarna orange. Sebuah warna yang menyegarkan segenap kekeringan di
antara kerongkongan kerinduan. Aku sendiri memakai jaket berwarna hijau redup,
mencerminkan sebuah proses kesembuhan, iya aku sedang sakit yang teramat saat
itu. Kami selalu berjalan berdampingan. Alun-alun Kota Malang adalah tujuan
kami.
Duduk di bawah pohon-pohon
rindang yang kadang berguguran daun-daunnya. Sebuah pemandangan yang begitu
memukau. Bagiku biarlah dedaunan itu berguguran sementara cinta sedang bersemi
antara aku dan nafasnya. Senyumnya selalu mencairkan gumpalan-gumpalan emosi
yang menyeruak di dalam dadaku, Dia begitu cantik di mata dan hatiku.
Seorang pengemis kecil mendatangi
kami. Mungkin surga cinta yang sedang kami salami begitu dalam, sampai-sampai
kami tidak peduli dengan pengemis tersebut. Sang pengemis marah dan mengotori
baju kekasihku dengan guguran dedaunan. Aku pun dengan penuh sabar membersihkan
daun-daun tersebut dari pakaian kekasihku hingga pengemis usil tersebut pergi.
Kami pun melanjutkan perjalanan
ke sebuah Plasa di Malang. AKu tidak tahu sebenarnya tujuan ke sana. Ternyata
kekasihku mengajak berfoto di sebuah studio Foto Box. Mungkin untuk
mengabadikan momen paling romantic selama hidup kami. Ada beberapa koleksi foto
yang kami dapatkan. Biasanya kami simpan di dalam dompet. Namun kini foto-foto
tersebut mungkin telah menjadi abu.
Aku tidak peduli apakah benar-benar
menjadi abu ataukah tidak. Yang aku pedulikan hanyalah kobaran cinta yang terus
menyala-nyala di dalam dadaku. Semuanya kupersembahkan untuknya. Setidaknya
untuk kekasihku lima tahun yang lalu. Sekalipun dia mungkin tak peduli, tidak
mengapa bagiku. Karena cinta yang tulus tak peduli dengan apa pun yang didapat.
Hari ini adalah Hari Ulang Tahun
Kekasihku yang ke-19, usia yang mungkin lebih
dewasa dari sebelumnya. Semoga dengan kedewasaannya sekarang, dia lebih
mampu menghargai makna cinta. “Kekasihku,
hingga detik ini dan entah sampai kapan, atau mungkin selamaya, aku selalu
memanggilmu dengan kata kekasih. Karena tidak ada kebencian di hatiku untukmu.
Cinta telah memenuhi seluruh jiwa dan hatiku untukmu. Selamat ulang tahun
kasih, semoga suatu saat kau kembali bersinar.. Aku merindukan nafasmu, Bintangku...”